Logika Informatika Bab IV


BAB IV
PROPOSISI MAJEMUK




  1. Pendahuluan
Perangkai logika untuk mengkombinasikan proporsi-proporsi atomik menjadi proporsi majemuk. Untuk menghindari kesalahan tafsir akibat adanya ambiguitas satu dengan lainnya, proporsi majemuk yang akan dikerjakan lebih dulu akan diberi tanda kurung sehingga proporsi-proporsi dengan perangkai-perangkai yang berada dalam tanda kurung disebut fully presenthesised expressiaon (fpe).
Proporsi majemuk yangs angat rumait dapat dipercah-pecarh menjadi subekspresi-subekspresi dan seterusnya tergantung tingkat kerumitannya. Tiknik ini dimanakan parsing. Akan tetapi mungkin saja proporsi majemuk tidak memiliki tanda kurung. Oleh karena itu, untuk proses pengerjaannya harus ditentukan terlebih dahulu dan harus ada ketentuan yang mengatur pengurutan tersebut.



  1. Ekspresi logika
Ekspresi logika sebenarnya adalah proporsi-proporsi yang dibangun dengan variabel-vareiable logika yang berasal dari pernyataan atau argumen. Jadi, variabel logis, dapat dinamakan ekspresi logika atau formula. Proporsi atomik berisi satu variabel proporsional atau astu konstanta proporsional. Proporsi majemuk berisi minumum satu perangkai, dengan lebih dari satu variabel proporsional. Setiap ekspresi logika dapat bersifat atomik atau majemuk tergantung dari variabel proporsional yang membentuknya bersama perangkai yang relevan.
Contoh 4-1.
Jika Dewi rajin berlajar, maka ia lulus ujian dan ia dapat hadiah istimewa.
Pernyataan diatas dapat diubah menjadi variabel proporsional:
A = Dewi rajin belajar.
B = Dewi lulus ujian.
C = Dewi mendapat hadiah istimewa.
Dalam bentuk ekspresi logika berubah menjadi:
AB˄C
Persoalannya adalah ada dua kemungkinan perngerjaan, yakni:
((AB)˄C) atau (A(B˄C))
Inilah pentingnya ketepatan pemberian tanda kurung biasa sehingga menjadi suatu ekspresi logika yang fpe dan dengan tepat melakukanpengoperasikan sesuai aturannya.
  1. Skema
Skema merupakan satu cara untuk menyederhanakan suatu proporsi majemuk yang rumit dengan memberi huruf tertentu untuk menggantikan satu subekspresi ataupun sub-ekspresi. Suatu ekspresi logika tertentu, misalnya (A˄B) dapat diganti dengan P sedangkan (AvB) dapat diganti dengan Q. Namun P dan Q tidak dapat dikatakan sebagai variabel Proporsional.
Contoh 4-2
P = (A˄B) dan Q = (A˅B), maka (PQ) = ((A˄B) (A˅B))
Perhatikan hal berikut:
  1. Ekspresi berbentuk ¬P disebut negasi
  2. Ekspresi berbentuk P˄Q disebut konjungsi
  3. Ekspresi berbentuk PQ disebut implikasi
  4. Ekspresi berbentuk PQ disebut ekuivalensi
Maka contoh diatas ((A˄B) (A˅B)) disebut implikasi yang berisi konjungsi (A˄B) dan disjungsi (A˅B).
Perhatikan aturan berikut:
  1. Semua ekspresi atomik adalah fpe.
  2. Jika P adalah fpe, maka ¬P juga.
  3. Jika P dan Q adalah fpe, maka (PvQ), (PQ) dan (PQ).
  4. Tidak ada fpe lainnya.
Ekspresi-ekspresi logika yang dijelaskan diatas disebut well formed formulae (wff). Jadi, wff adalah fpe, demikian pula sebaliknya. Ekspresi logika disebut wff karena penulisannya dilakukan dengan benar.
Contoh 4-3.
A(B(¬Av¬B))
Setiap fpe akan mengekspresikan proporsi majemuk. Proporsi maju=emuk mempunyai subproposisi yang bisa berupa konjungsi, disjungsi dan sebagainya. Tetapi, bagaimana membuat suatu proporsisi majemuk dari suatu pernyataan yang cukup panjang.
Contoh 4-4.
  1. Jika dewi lulus sarjana teknik informatika, orang tuanya akan senang, dan dia dap[at segera bekerja, tetapi jika dia tidak lulus, semua usahanya akan sia-sia.
Proporsi-proporsi yang membentuk pernyataan diatas adalah konjungsi, karena akan tetapi di tengah kalimat lebih sesuai dengan ’dan’.
Contoh diatas, jika dipisah menjadi skop kanan sebagai berikut:
    1. Jika Dewi lulus sarjana teknik informatika, orang tuanya akan senang, dan dia dapat segera bekerja.
Dengan
    1. Jika dia tidak lulus, semua usahanya akan sia-sia.
Dari kedua skop diatas, masih berupa proporsi majemuk. Kalimat pertama yang masih memiliki skop kiri dan skop kana, dapat dipecahlagi seperti berikut:
      1. Jika Dewi lulus sarjana teknik informatika
      2. Orang tuanya akan senang, dan dia dapat segera bekerja.
Kalimat terakhir ini juga masih berbentuk proporsi majemuk, sehingga skop kiri dan skop kanan dapat dipisah sep[erti berikut:
        1. Orang tuanya akan senang
dengan
        1. Dia dapat segera bekerja
    1. Akan dipisah menjadi skop kiri dan skop kanan sebagai berikut:
      1. Dia tidak lulus
dengan
      1. Semua usahanya akan sia-sia
Selanjutnya diubah menjadi ekspresi logika yang berbentuk proposisi majemuk menjadi fpe berikut:
A = Dewi lulus sarjana teknik informatika
B = Orangtua Dewi senang
C = Dewi bekerja
D = Dewi sia-sia
Maka pernyataan diatas yang berupa proposisi majemuk dapat diwujudkan dalam fpe berikut
(A(B˄C))˄((¬A)D).
Jika pada ekspresi logika dia atas dianggap M, maka M adalah ekspresi majemuk yang dirangkai dari subekspresi-subekspresi. Jiak M berbentuk (P˄Q), maka P dan Q masing-masing berupa subekspresi. Setiap subekspresi dinamakan immediate sebexpressions dari M. P dan Q juga dapat berbentuk ekspresi majemuk maka dapat mempunyai subkepsresi juga.
Maka pada contoh 4-4 diatas
M = (A(B˄C))˄((¬A)D)
P = (A(B˄C))
Q = ((¬A)D)
P masih mempunyai subekspresi A dan (B˄C), sedangkan (B˄C) masih mempunyai subekspresi B dan C. Hanya saja jika berbentuk ¬A, maka subekspresinya A.
Salah satu bentuk yang banyak dibahas dari ekspresi logika adalah literal. Literal adalah proporsi yang dapat berbentu A atau ¬A dengan A adalah variabel proposisional. Kedua ekspresi tersebut, merupakan variabel proposisional, maka A, ¬A, B, ¬B adalah literal-literal, tetapi jika berbentuk ¬(A˄B), maka ini bukan literal.
4.Aturan pengurutan
Ekspresi-ekspresi logika yang bersifat majemuk yang memiliki banyak subekspresi akan memiliki banyak tanda kurung biasa karena berbentuk fpe, sehingga memungkinkan fpe tersebut sulit dibaca.
Contoh
((A˄B)(AvB))
((A˄(B))AvB)
Kedua fpe tersebut berbeda proses pengerjaanya. Maka harus ada aturan untuk memprioritaskan penafsiran hasilnya. Aturan ini disebut aturan pengurutan. Aturan pengurutan digunakan untuk memastika proses pengerjaanya subekspresi.
Berkaitan dengan perangkai, urutan tersebut berdasarkan hirarki tertinggi:
  1. ¬
  2. ˄
  3. V
Aturan tambahan, jika menjumpai lebih dari satu perangkai pada hirarki yang sama, maka akan dikerjakan mulai dari yang kiri.
Contoh 4-5.
  1. (¬A˄B) harus dibaca ((¬A˄B), bukan (¬(A˄B)).
  2. A˄BvC, harus dibaca ((A˄B)vC), bukan (A˄(BvC)).
Misalnya (A(B˄C))˄((¬A)D) dapat disederhanakan dengan mengurangkan tanda kurung biasa menjadi (AB˄C)˄(¬AD)) tetapi sebaiknya menggukana bentuk yang pertama. Tanda kurung yang terlalu banyak dan jiak tanda kurung yang sebarnya tidak diperlukan, bahkan membuaty salah tafsir yang disebut redundansi.
Contoh 4-6.
ABC
Manakah yang harus dikerjakan dulu?
Aturan pengurutan menyebutkan: jika hirarkinya sama, maka pengerjaannya dimulai dari kiri. Jadi, harus dibaca (AB)C, bukan A(BC).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Face Detection menggunakan Haar Cascades